New Post

Rss

Kamis, 24 Juli 2014

Gaza dan Indonesia

Gaza dan Indonesia

Kejadian Gaza memang sangat mengiris hati. Dunia, termasuk Indonesia, menyesalkan hal yang dilakukan Israel terhadap Gaza. Dan banyak gerakan-gerakan di Indonesia yang berusaha membantu meringankan penderitaan masyarakat Gaza. Indonesia juga turut membantu dengan mendirikan Rumah Sakit Indonesia di Gaza. Hal ini menunjukkan bahwa kita adalah bangsa yang mempunyai sifat penolong dan baik hati, sesuai dengan kepribadian bangsa timur. Kita, melalui segala bantuan yang telah diberikan, mungkin menyelamatkan banyak masyarakat Gaza, mengobati dan meringankan penderitaan mereka.  Namun, pertanyaanku sekarang apakah kita sudah sepantasnya menyelamatkan nyawa bangsa lain, sedang bangsa sendiri sedang sekarat menanggung penderitaan dan hampir mati? 

Simpati memang boleh, tidak ada yang bisa melarang. Tindakan simpati juga bisa berlanjut ke tindakan menolong. Tapi apakah kita akan menyelamatkan orang lain, tapi ternyata kita belum bisa menyelamatkan diri sendiri? Apakah kita, Indonesia, sudah mampu mengurus diri sendiri maka yakin untuk membantu orang lain? Apakah kita sudah memeriksa diri kita sendiri, entah kita itu mampu menjadi penolong atau memang masih menjadi orang yang harus ditolong?

Hal ini menjadi sebuah ironi yang terjadi di bangsa Indonesia. Masih banyak rakyat kita yang menderita, entah itu terbelenggu kemiskinan, pelayanan kesehatan yang buruk di daerah-daerah pedalaman, dan persoalan pendidikan di pedalaman juga (Baca Saking Miskinnya, Nenek Ginem Makan BangkaiGaji Dokter Dibawah Standar Kendala Pelayanan Kesehatan di Pedalaman, Tiap Tahun 11000 Indonesia Orang Meninggal Dunia Akibat Malaria). Masih banyak kesusahan rakyat yang tidak terekspos media dan belum ada penyelesaiannya. Indonesia bukanlah seperti Superman, yang mempunyai kekuatan super untuk menolong orang lain. Ketika masih banyak rakyat menderita, kita berusaha menolong rakyat bangsa lain.

Seharusnya kita menolong bangsa kita dulu, dan kemudian menolong orang lain. Tidak ada salahnya membantu orang lain, setelah kita memang pantas membantu orang lain sesuai dengan kemampuan kita, jangan malah menjadi berlebihan, jangan anggar jago atau sok hebat. Masih banyak rakyat Indonesia membutuhkan pertolongan, seperti gambar di atas, kicauan orang Papua bagi kita bangsa Indonesia. Mungkin kelihatannya lucu, tapi bagaimana sebenarnya kondisi mereka? Aku disini bukan mengkhususkan masyarakat Papua, tetapi karena kebetulan ada meme itu di internet, aku menyatakan ini atas nama masyarakat Indonesia yang masih terbelenggu, yang belum merdeka seratus persen. Dan di tulisan ini aku tidak mendiskreditkan pihak/golongan tertentu.

Hanya sebuah opini yang menyesakkan hati dan pikiran...

Sabtu, 19 Juli 2014

Las Mardalani to Jogjakarta!

Las Mardalani to Jogjakarta!

Perjalanan kali ini dimulai dari wacana dan ke-random-an kami. Pada awalnya perjalanan ini hampir tidak jadi karena harga tiket yang tidak bersahabat bagi kantong mahasiswa. Namun, ternyata Tuhan itu baik. Setelah searching di Gudeg (Google versi Jogjakarta haha) dapat info tiket ekonomi dari Bandung Jogjakarta. Harga tiketnya adalah 50K, kereta Kahuripan perjalanan malam. Sebenarnya ada tiket kereta lain yaitu kereta Pasundan dengan harga 55K perjalanan pagi. Tiket kami beli pada hari Sabtu malam 12 Juli 2014, dengan keberangkatan pada tanggal 14 Juli 2014 pukul 20.05 dan tiket pulang pada tanggal 17 Juli 2014 juga langsung dibeli.

Kami ada enam orang. Aku sendiri, Dimpos (IF '13), Aldro (MS '13), Daniel (TK '13), Ferdinand (GL '13), Septandry (GD '13) dan Diasdo (GL '13). Kami semua adalah anggota UKSU ITB 2013. Kami menyebut tim ini sebagai Las Mardalani yang artinya senang jalan-jalan *haha. Sebenarnya nama ini plesetan dari nama Laos Mardalan, tim pendaki di UKSU ITB. Perjalanan kami dimulai dari rumah kontrakan kami di daerah Sekeloa. Kami naik angkot Riung-Dago dari depan Unpad sampai ke depan terminal Kiaracondong Bandung. Kami berangkat sekitar jam 5 sore, dan tiba sekitar pukul enam kurang sepuluh. Ternyata kami tiba cukup cepat. Ternyata kereta berangkat tidak tepat waktu, telat sekitar 15 menit. Kami mendapat gerbong pertama di kursi 20 dan 21. Ternyata gerbong pertama sangat tidak nyaman, sangat ribut di dalam, mungkin karena dekat dengan lokomotif. Dan kami duduk di dekat toilet, menambah ketidaknyamanan. Saran untuk membeli tiket kereta, kalau bisa jangan gerbong satu, dan kalo berkelompok ambil tempat duduk ganjil genap,  di sebelah kanan 3 seat dan di sebelah kiri 2 seat.

Kereta akhirnya sampai di Stasiun Lempuyangan sekitar jam setengah 6 pagi, sangat melenceng dari jam yang tertera di tiket, yaitu jam 04.41. Setelah tiba di Jogjakarta, kami berusaha menguhubungi teman dan keluarga untuk tempat menginap (kesalahan yang cukup fatal, kami tidak mencari dari awal haha). Jika tidak dapat kami berencana tidur di Gereja atau Mesjid. Syukurnya teman kami bisa mendapatkans sebuah kamar kos yang kebetulan kosong dan pemiliknya mau menyewakannya untuk dua hari. Namun karena hal ini kami membuang waktu kami hampir 3 jam.

Kami kemudian melanjutkan perjalanan kami ke Borobudur. Kami naik TransJogja menuju terminal Jombor. Kemudian melanjutkan perjalanan ke kompleks Borobudur menggunakan bus antar kota Cemara Tunggal (kalau tidak salah ingat hehe). Perjalanan ke Borobudur sendiri memakan waktu sekitar dua jam dari Jogjakartanya sendiri, kalau dari terminal Jombor hanya sekitar satu jam lebih. Dari terminal umum Borobudur menuju kompleks Borobudurnya bisa ditempuh dengan berjalan kaki, tidak terlalu jauh.

Harga tiket masuk Borobudur adalah 30K. Pemandangan di Borobudur sendiri sangat indah. Untuk masalah candinya aku tidak akan menceritakannya disini, silakan berkunjung ke Borobudur sendiri hehe. Ketika sampai di tingkat tertinggi candi Borobudur dan memandang sekeliling, pemandangannya sangat indah dan menyejukkan. Namun sayangnya kami tidak membawa kamera yang cukup mumpuni untuk mengabadikan pemandangan itu. Untuk melengkapi pengetahuan tentang candi Borobudur jangan lupa kunjungi museum yang berada di kompleks candi Borobudur. Untuk perjalanan ke Borobudur jangan lupa membawa payung, karena kemarin ketika kami kesana, hujan rintik-rintik turun.

Setelah dari Borobudur kami menuju penginapan untuk istirahat. Hal unik terjadi ketika kami makan malam. Kami makan di tempat makan, seperti cafe, tapi lesehan. Kami berpikir makanan disitu cukup ramah dompet, karena kabar yang kami dapat makan di Jogja itu murah, tapi ternyata menguras isi dompet haha.

Keesokan harinya perjalanan kami adalah candi Prambanan. Untuk mencapai candi Prambanan bisa ditempuh hanya dengan menggunakan TransJogja menuju terminal Prambanan. Setelah sampai terminal, bisa dilanjutkan dengan berjalan kaki ke arah kompleks Candi Prambanan. Di kompleks Prambanan sendiri tidak hanya terdapat candi Prambanan namun juga ada candi lain, seperti candi Sewu, candi Plaosan, candi Kalasan, dll. Waktu kami berkunjung kemarin, candi Siva tempat Roro Jonggrang berada sedang ditutup, mungkin sedang pemugaran atau pembersihan. Kompleks candi Prambanan sendiri cukup kering dan panas disarankan bawa air minum dan payung.

Setelah dari Prambanan kami melanjutkan perjalanan ke Benteng Vredeburg, namun kami hanya sempat berkeliling sekitar satu jam, tidak bisa menikmati diorama yang disediakan. Kemudian kami berkeliling ke daerah kompleks Keraton, di sekitar Keraton. Rumah atay toko di kompleks Keraton ini tidak diperjualbelikan, turun-temurun digunakan oleh Abdi Dalem Keraton. Kemudian berkunjung ke toko penjual Bakpia dan ke toko pertama kali Kaos Dagadu dibuat. Disitu juga ada kaos yang dilukis, bukan sablon. Malam harinya kami jalan-jalan di Malioboro.

Keesokan harinya, kami mengunjungi (lagi) Benteng Vredeburg dan menikmati diorama yang ada. Setelah itu kami mengunjungi Keraton yang bagian depan. Entah kenapa, mungkin karena udara yang panas dan capek berjalan, sepertinya Keraton kelihatan biasa saja. Setelah itu kami mengunjungi kampus UGM. Pemandangan dari depan UGM sangat indah. Dari tulisan UGM di depan, kelihatan gedung pertemuan yang besar dan di belakangnya gunung Merapi. Kami tidak sempat mengelilingi kampus ini, karena memang kereta kami jam 18.42 dan juga penyewaan sepeda kampus UGM hanya sampai jam empat sore (fyi kami hanya telat 5 menit untuk meminjam hahaha). Kemudian kami melanjutkan perjalanan ke stasiun Lempuyangan dan kembali ke Bandung. Kereta tetap saja telat, sekitar 15 menit. Kami tiba di bandung pukul 04.20, sangat meleset dari jadwal yang tertera di tiket, yaitu 02.44.

Secara keseluruhan perjalanan kami ke Jogjakarta memuaskan, walaupun belum semua tempat bisa kami kunjungi. Jika berkunjung ke Jogjakarta jangan lupa untuk naik becak dayungnya. Dan kalau bisa jangan terlalu sebentar berkunjung ke Jogjakarta.

Sekian kisah kami, Las Mardalani Jilid 1!

Jumat, 04 Juli 2014

Catatan Perjalanan dari Cikuray 2821 mdpl

Catatan Perjalanan dari Cikuray 2821 mdpl

Cikuray adalah salah satu gunung yang berada di Jawa Barat, tepatnya di Garut. Ketinggian gunung ini adalah 2821 mdpl. Jalur pendakian Cikuray sendiri disebut jalur lutut ketemu dada, karena memang cukup curam, kemiringannya sekitar 50 - 80 derajat. Bahkan ada yang 90 derajat. Kami ada 9 orang, dan menamai tim kami Las Mardalan Jilid Dua. Kami adalah anggota UKSU ITB. Pendakian ini diwacanakan oleh seorang senior di UKSU setelah pelantikan anggota baru UKSU 2013.


Perjalanan kami dimulai dari sekre UKSU ITB ketika kami melakukan persiapan packing barang-barang ke carrier. Kami berangkat dari kampus sekitar pukul 09.30 menuju terminal Cicaheum. Dari terminal Cicaheum kami naik bus menuju Garut. Ongkosnya sekitar 20K. Cukup kesal menaiki bus ini, karena ngetemnya hampir sama lamanya dengan perjalanan menuju Garut. Perjalanan ke Garut, jika naik bus biasa, sekitar 2 jam. Kami naik bus sekitar jam 10.00, sampai di Garut sekitar pukul 14.30. Nah, sampai di terminal Guntur kami mencari mobil pick up menuju Pemancar. Jika ingin menuju pemancar jangan pernah mau naik angkutan umum, cari mobil pick up. Dan kalau bisa jangan cari mobil pick up di terminal, karena cukup mahal. Ongkos menuju pemancar sekitar 40K-50K. Jalur menuju pemancar adalah dari Cilawu. Sebenarnya terdapat jalur lain yaitu Bayongbong. Dari perkataan supir pick up yang membawa kami, jalur Cilawu menuju puncak sekitar 7 jam, jalur Bayongbong sekitar 2,5 jam. Kami berangkat dari terminal sekitar pukul 15.30 dan sampai di pemancar sekitar jam 5 sore.

Kami memulai pendakian sekitar pukul setengah enam sore. Terdapat 7 pos pendakian sebelum menuju puncak. Pos 6 biasanya dibuat sebagai tempat camping. Pendakian dimulai dari melewati kebun teh, pos 0. Pendakian pada awalnya cukup membuat keringat menetes. Pos 0 menuju pos 1 cukup jauh dan cukup melelahkan, karena memang trek awal sudah cukup curam. Pos 1 menuju pos 2 tidak sejauh perjalanan sebelumnya. Namun, memang keringat masih tetap menetes. Di jalur ini kemudian akan memasuki hutan. Selanjutnya pos 2 menuju pos 3. Perjalanan ini bisa dikatakan merupakan ultimate. Trek pendakiannya sangat curam, cukup banyak jalur super trap, entah itu licin, memanjat cukup tinggi, hati-hati dan awas tertipu dengan jalurnya. Disinilah sering terjadi lutut bertemu dada. Pendakian di antara kedua pos inilah yang terlama. Kemudian dilanjutkan dari pos 3 ke pos 4. Tidak separah trek diantara pos 2 dan pos 3, perjalanan dari pos 3 ke pos 4 cukup cepat. Kemudian dilanjutkan dari pos 4 menuju pos 5. Treknya juga tidak terlalu berat. Dari pos 5 ke pos 6 juga bisa dikatakan tidak terlalu sulit. Overall pendakian hingga pos 6 memakan waktu sekitar 4 jam 45 menit. Kami sampai di pos 6 sekitar jam 22.15. Pendakian yang terbilang cepat. Kami mendirikan tenda dan beres-beres carrier sekitar satu jam. Kemudian dilanjutkan masak dan makan. Sekitar tengah malam kami tidur untuk persiapan Summit Attack ke puncak sejati Cikuray. Syukurnya cuaca ketika kami mendaki cerah, bintang dapat terlihat dengan jelas. Kunang-kunang juga cukup banyak berterbangan.

Kami bersiap dari pos 6 menuju puncak sejati sekitar 20 menit, mulai dari pukul 4. Kami mulai mendaki dan sampai di puncak sejati sekitar pukul 05.20. Angin di puncak sangat kencang, disarankan pakai jaket tebal, syal, dan kupluk. Menurut perkiraan, sunrise di puncak sejati sekitar pukul 05.20, namun ternyata waktu itu masih horison oranye yang kelihatan, masih menuju sunrise/  Pemandangan waktu itu sangat indah, dengan lautan awan dan horison oranye. Penantian sunrise cukup berat karena udara dingin dan angin yang kencang membuat menggigil.

Segala kelelahan pendakian dan dinginnya udara terbayar lunas dengan view sunrise dan lautan awan di puncak. Begitu indah ciptaan Tuhan.


Lautan awan dan horison yang indah


Las Mardalan Jilid Dua bersama Bendera Indonesia dan Bendera UKSU ITB

Sebenarnya masih banyak foto-foto pemandangan yang indah, namun kalau kubagikan semuanya disini,berkunjung ke Cikuray jadi kurang menggigit dong?? Jangan lupa naik ke atas bangunan yang berada di puncak!!!

Sekitar pukul 8 kami turun dari puncak menuju pos 6. Kami turun dari pos 6 ke pemancar sekitar 3 jam. Turun jauh lebih susah daripada naik. Pasang kuda-kuda dengan benar, kuatkan kaki dan punggung, /*hahaha*/. Setelah sampai di pemancar, kami memesan pick up untuk turun ke kota Garut. Ongkosnya 40K, jangan mau lebih terlalu banyak. Sampai di terminal Guntur sekitar pukul 5 sore. Kemudian dilanjut perjalanan pulang ke bandung. Sampai di Bandung sekitar pukul setengah sembilan. Busnya kelamaan ngetem /*emosi*/

Catatan untuk perjalanan ke Cikuray :
Jangan lupa bawa jaket, syal, dan perlengkapan untuk menjaga kehangatan. Bagi yang baru mendaki, disarankan menggunakan sepatu trekking. Siapkan kaus kaki tiga pasang. Jangan lupa tolak angin dan madurasa. Hati-hati handphone dan perangkat elektronik, jangan sampai lembab dan basah. Jangan pernah lupa bawa senter. Jaga kebersihan dan jaga ucapan. Hati-hati tertipu untuk angkutan menuju pemancar. Pernah ada teman-teman UKSU menggunakan angkutan biasa, dan mereka diturunkan di portal, tidak sampai ke pemancar. Jangan lupa beli stiker dan emblem di tempat jualan di pemancar /*keren*/.
Copyright © 2012 Here I Am All Right Reserved