Satinah, Pemerintah, dan Rakyat Indonesia
Satinah adalah seorang TKI yang bekerja di Arab Saudi. Menurut situs berita BBC, Satinah divonis hukum mati pada tahun 2010 kemarin karena dituduh membunuh majikannya. Keluarga korban meminta 'uang tebusan' sebesar tujuh juta riyal atau setara dengan 21 milyar rupiah. Pada awalnya pemerintah mencoba bertahan di angka empat juta riyal (dua belas milyar rupiah), namun akhirnya pemerintah 'luluh' akan permintaan keluarga korban. Pemerintah mengalokasikan tiga juta riyal atau sembilan milyar dari APBN untuk 'penebusan' Satinah
Keadaan Satinah ini merupakan ironi diatas ironi. Indonesia yang butuh dana untuk pengembangan daerah yang luas dan pencerdasan masyarakatnya harus 'menyumbangkan' uangnya untuk menyelamatkan seorang warganya dari kesalahan yang dilakukannya sendiri. Memang tidak dapat dipungkiri Satinah adalah warga negara Indonesia, dan Indonesia wajib melindungi warganya. Namun seharusnya pemerintah berpikir lebih 'cerdas', warga negara Indonesia bukan hanya Satinah. 'Penebusan' Satinah merupakan hal yang bodoh yang dilakukan oleh pemerintah. Mengapa hanya Satinah yang ditebus? Mengapa nilai Satinah begitu mahal? Bagaimana dengan TKI yang lain? Bagaimana dengan masyarakat Indonesia? Pemerintah tidak memikirkan bahwa hal ini akan menyebabkan mata rantai 'uang tebusan' yang luar biasa mahal. Dan pemerintah kemungkinan akan dituntut oleh keluarga TKI lain. Hal ini akan menyebabkan masalah baru bagi pemerintah sendiri. Bagaimana jika masyarakan Indonesia juga menuntut 'nilai' mereka harus sama dengan 'nilai' Satinah?
Bagaimana jika uang 21 milyar tersebut dibuat untuk mengembangkan Nusantara kita? Bagaimana jika uang tersebut kita alokasikan untuk mengembangkan pelayanan kesehatan di daerah-daerah terpencil? Masih banyak rakyat Indonesia yang menderita dan meninggal setiap harinya akibat sakit yang seharusnya dapat diatasi dengan mudah jika ada akses memadai untuk pelayanan kesehatan. Apakah nyawa mereka ini tidak ada harganya dibandingkan nyawa Satinah? Bagaimana jika uang tersebut kita alokasikan untuk pengembangan pendidikan di bumi pertiwi? Jika masyarakat kita mendapat pendidikan yang baik, maka seharusnya kita tidak akan mau bekerja menjadi 'pembantu rendahan' di negara orang lain. Kita mungkin akan menjadi 'pembantu berdasi' di negara asing, mendapatkan posisi yang layak. Dan seharusnya kita tidak akan mau menjadi pembantu di negara asing, kita seharusnya akan mengembangkan Nusantara, jika kita mendapatkan pendidikan yang layak.
Seharusnya pemerintah 'mendidik' para TKI supaya dapat mengendalikan diri, membuat koordinasi yang baik antara 'perwakilan Indonesia' dengan para TKI dimana mereka bekerja dan melakukan komunikasi dua arah yang cukup intens antara pemerintah dan TKI sehingga pemerintah dapat melakukan monitoring TKI dengan baik. Jika memang para TKI mendapatkan perlakuan yang buruk atau kekerasan, maka seharusnya dapat diatasi dengan baik dan terarah, dan hal-hal seperti keadaan Satinah dapat dicegah. Seperti kata pepatah 'Lebih baik mencegah daripada mengobati'. #UntukIndonesiaLebihCerdas
0 komentar:
Posting Komentar