Hari Pendidikan Nasional
Dua Mei adalah hari dimana bangsa kita memperingatinya sebagai Hari Pendidikan Nasional. Sejarahnya, tanggal 2 Mei adalah tanggal kelahiran Bapak Pendidikan Nasional kita, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau lebih dikenal sebagai Ki Hadjar Dewantara. Hari Pendidikan Nasional bertujuan untuk memperingati perjuangan Ki Hadjar Dewantara untuk mencerdaskan bangsa ini, menerangi jalan bangsa ini menuju masa depan yang sangat indah, menjadi perintis bagi bangsa ini untuk lepas dari belenggu kebodohan.
Sebenarnya apakah makna bagi kita ketika memperingati hari Pendidikan Nasional? Apakah hanya sekadar peringatan saja? Ataukah memang ada perenungan akan esensi hari Pendidikan Nasional? Atau hanya sekadar melaksanakan upacara di lapangan, menghormat bendera dan mendengar pidato khusus dari kementerian dalam peringatan hari Pendidikan Nasional?
Pendidikan adalah salah satu fundamental bagi sebuah bangsa/negara untuk bangkit dari keterpurukan, kebodohan, kegelapan, kesengsaraan dan kehinaan. Pendidikan merupakan proses pembentukan dasar berpikir yang logis dan berstandar. Namun, apa yang terjadi pada pendidikan kita saat ini? Apakah pendidikan sudah menjadi fundamental tersebut? Apakah memang benar pendidikan membentuk dasar berpikir kita? Jawabnya TIDAK. Pendidikan kita belum bisa menjadi fundamental bagi bangsa kita, masih hanya segelintir orang di daerah urban dan sub-urban yang mendapat pendidikan, belum menjangkau orang-orang yang berada di pelosok negeri ini yang bahkan daerahnya belum ada listrik dan jaringan komunikasi. Di beberapa tempat, pendidikan (sekolah) hanya mengajarkan bagaimana menggunakan ini untuk menyelesaikan persoalan seperti ini, tidak mengajarkan apa sebenarnya yang dipelajari, yang didapatkan ketika dan sesudah belajar hal tersebut. Hal ini tercermin dalam sebuah tes nalar yang diadakan oleh sebuah lembaga bernama Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dengan program mereka yang dinamai 'Programme for International Student Assessment (PISA)'. Tes ini menguji kemampuan siswa-siswi yang berusia sekita 15-16 tahun atau sekitar kelas VII SMP. Kita lihat dua soal pada tes tahun 2012
Persoalan tersebut sebenarnya bisa dilakukan dengan penalaran sederhana, tapi aku tidak akan membahas penyelesaiannya disini. Dan sesuai dengan informasi, Indonesia menempati urutan kedua terbawah, terlepas dari bagaimana sample yang diuji di Indonesia dan negara lain. Mengapa terjadi demikian? Apakah memang pelajar indonesia sebegitu bodohnya? Tidak! Sekali lagi tidak! Pelajar Indonesia tidaklah bodoh. Namun, sayangnya pelajar Indonesia tidak diajarkan untuk berpikir kritis dan kreatif, hanya selalu berpikir 'kira-kira rumus mana ya yang bisa dipakai untuk mengerjakan soal ini'. Kondisi yang terjadi adalah pendidikan sampai taraf SMA kebanyakan menyiapkan anak didiknya hanya untuk lulus ujian. Seharusnya pendidikan mengajarkan penggunaan nalar dan logika untuk penyelesaian sederhana, yang kemudian melalui proses belajar yang benar, nalar dan logika akan semakin berkembang dan pastinya akan bisa digunakan untuk penyelesaian masalah yang lebih rumit dan kompleks.
Ki Hadjar Dewantara mencetuskan 'Patrap Triloka', tiga semboyan pendidikan , yaitu ing ngarsa sung tulada 'di depan memberi teladan', ing madya mangun karsa 'di tengah membangun kemauan/inisiatif', tut wuri handayani 'dari belakang mendukung'. Semboyan pendidikan inilah yang harus ditunjukkan oleh pendidik, baik yang mendidik secara langsung maupun yang berada pada sistem untuk menjalan sistem pendidikan. Ketiganya ini harus disinergikan untuk menghasilkan pendidkan yang baik, tidak mungkin hanya menjalankan salah satu atau hanya dua saja.
Carut-marut pendidikan kita tidak terlepas dari keadaan bangsa kita saat ini. Kita hanya mempunyai sedikit negarawan, yang lebih mementingkan kepentingan bangsa dibandingkan kepentingan partai politiknya namun mungkin tidak bisa berkata apa-apa, dan mempunyai banyak politikus yang mementingkan partai dan dirinya sendiri dan kepentingan negara menjadi nomor dua. Negara ini terlalu mementingkan politik dan kekuasaan, menomorduakan pendidikan. Orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan pendidikan juga masih banyak melakukan korupsi. Salah satu contoh, dalam hal pengurusan surat-surat ke kantor dinas pendidikan, masih saja ada praktik pungutan liar, dan jika tidak mau maka berkas tersebut akan disentuh setelah seminggu, bahkan bisa jadi tidak disentuh samasekali. Hal ini adalah sebuah ironi diatas ironi! Bangsa yang butuh percepatan untuk peningkatan kualitas pendidikan malahan diperlambat oleh orang-orang yang terdapat pada sistem yang digunakan untuk menjalankan pendidikan.
Indonesia Mengajar
Satu hal yang harus diapresiasi dalam usaha untuk mencerdaskan rakyat Indonesia adalah gerakan Indonesia Mengajar. Indonesia Mengajar digagas oleh Anies Baswedan. Indonesia Mengajar mengajak anak muda Indonesia menjadi relawan untuk mengajar dan mendidik anak bangsa di berbagai daerah di pedalaman. Walaupun sistem pendidikan indonesia kelihatan carut-marut, mereka tidak menyerah dalam pemenuhan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dan Indonesia Mengajar memberikan guru-guru lulusan terbaik untuk terjun ke pelosok-pelosok Indonesia. Indonesia Mengajar secara jelas menyatakan bahwa guru memang seharusnya merupakan lulusan-lulusan terbaik di bidangnya baik dalam kemampuan akademis maupun dalam komunikasi supaya proses transfer ilmu dapat berlangsung dengan efisien dan cepat.
Pandangan dan Sikap sebagai Insan Pendidikan
Kita sebagai siswa dan mahasiswa marilah coba melihat bagaimana sebenarnya proses pendidikan kita? Apakah kita ingin mencari ilmu pengetahuan? Atau hanya sekadar mencari nilai untuk lulus? Di dalam dunia nyata, nilai bukanlah satu-satunya penentu kehidupan kita, hanya salah satu parameter dari sekian banyak parameter yang ada. Mari kita mau membuka pikiran kita untuk cakrawala ilmu yang sangat luas, harus selalu mau belajar dan mengkritisi apa sebenarnya yang kita pelajari, berusaha menyadari pentingnya pendidikan yang benar. Walaupun pendidikan kita kelihatannya tidak serta merta membentuk dasar berpikir yang benar, namun kita tetap harus bisa belajar untuk membentuk dasar berpikir yang benar untuk kita! Dan marilah menjadi terang dan garam bagi orang-orang sekitar kita, berusaha selalu membagikan ilmu-ilmu yang kita punya #UntukIndonesiaLebihCerdas.
Persoalan tersebut sebenarnya bisa dilakukan dengan penalaran sederhana, tapi aku tidak akan membahas penyelesaiannya disini. Dan sesuai dengan informasi, Indonesia menempati urutan kedua terbawah, terlepas dari bagaimana sample yang diuji di Indonesia dan negara lain. Mengapa terjadi demikian? Apakah memang pelajar indonesia sebegitu bodohnya? Tidak! Sekali lagi tidak! Pelajar Indonesia tidaklah bodoh. Namun, sayangnya pelajar Indonesia tidak diajarkan untuk berpikir kritis dan kreatif, hanya selalu berpikir 'kira-kira rumus mana ya yang bisa dipakai untuk mengerjakan soal ini'. Kondisi yang terjadi adalah pendidikan sampai taraf SMA kebanyakan menyiapkan anak didiknya hanya untuk lulus ujian. Seharusnya pendidikan mengajarkan penggunaan nalar dan logika untuk penyelesaian sederhana, yang kemudian melalui proses belajar yang benar, nalar dan logika akan semakin berkembang dan pastinya akan bisa digunakan untuk penyelesaian masalah yang lebih rumit dan kompleks.
Ki Hadjar Dewantara mencetuskan 'Patrap Triloka', tiga semboyan pendidikan , yaitu ing ngarsa sung tulada 'di depan memberi teladan', ing madya mangun karsa 'di tengah membangun kemauan/inisiatif', tut wuri handayani 'dari belakang mendukung'. Semboyan pendidikan inilah yang harus ditunjukkan oleh pendidik, baik yang mendidik secara langsung maupun yang berada pada sistem untuk menjalan sistem pendidikan. Ketiganya ini harus disinergikan untuk menghasilkan pendidkan yang baik, tidak mungkin hanya menjalankan salah satu atau hanya dua saja.
Carut-marut pendidikan kita tidak terlepas dari keadaan bangsa kita saat ini. Kita hanya mempunyai sedikit negarawan, yang lebih mementingkan kepentingan bangsa dibandingkan kepentingan partai politiknya namun mungkin tidak bisa berkata apa-apa, dan mempunyai banyak politikus yang mementingkan partai dan dirinya sendiri dan kepentingan negara menjadi nomor dua. Negara ini terlalu mementingkan politik dan kekuasaan, menomorduakan pendidikan. Orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan pendidikan juga masih banyak melakukan korupsi. Salah satu contoh, dalam hal pengurusan surat-surat ke kantor dinas pendidikan, masih saja ada praktik pungutan liar, dan jika tidak mau maka berkas tersebut akan disentuh setelah seminggu, bahkan bisa jadi tidak disentuh samasekali. Hal ini adalah sebuah ironi diatas ironi! Bangsa yang butuh percepatan untuk peningkatan kualitas pendidikan malahan diperlambat oleh orang-orang yang terdapat pada sistem yang digunakan untuk menjalankan pendidikan.
Indonesia Mengajar
Satu hal yang harus diapresiasi dalam usaha untuk mencerdaskan rakyat Indonesia adalah gerakan Indonesia Mengajar. Indonesia Mengajar digagas oleh Anies Baswedan. Indonesia Mengajar mengajak anak muda Indonesia menjadi relawan untuk mengajar dan mendidik anak bangsa di berbagai daerah di pedalaman. Walaupun sistem pendidikan indonesia kelihatan carut-marut, mereka tidak menyerah dalam pemenuhan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dan Indonesia Mengajar memberikan guru-guru lulusan terbaik untuk terjun ke pelosok-pelosok Indonesia. Indonesia Mengajar secara jelas menyatakan bahwa guru memang seharusnya merupakan lulusan-lulusan terbaik di bidangnya baik dalam kemampuan akademis maupun dalam komunikasi supaya proses transfer ilmu dapat berlangsung dengan efisien dan cepat.
Pandangan dan Sikap sebagai Insan Pendidikan
Kita sebagai siswa dan mahasiswa marilah coba melihat bagaimana sebenarnya proses pendidikan kita? Apakah kita ingin mencari ilmu pengetahuan? Atau hanya sekadar mencari nilai untuk lulus? Di dalam dunia nyata, nilai bukanlah satu-satunya penentu kehidupan kita, hanya salah satu parameter dari sekian banyak parameter yang ada. Mari kita mau membuka pikiran kita untuk cakrawala ilmu yang sangat luas, harus selalu mau belajar dan mengkritisi apa sebenarnya yang kita pelajari, berusaha menyadari pentingnya pendidikan yang benar. Walaupun pendidikan kita kelihatannya tidak serta merta membentuk dasar berpikir yang benar, namun kita tetap harus bisa belajar untuk membentuk dasar berpikir yang benar untuk kita! Dan marilah menjadi terang dan garam bagi orang-orang sekitar kita, berusaha selalu membagikan ilmu-ilmu yang kita punya #UntukIndonesiaLebihCerdas.
0 komentar:
Posting Komentar